RADARMETROPOLIS: Di tengah kondisi dilanda pandemi COVID-19,
Provinsi Jawa Timur tetap bisa mempertahankan keberadaannya sebagai andalan
pangan Indonesia. Diketahui kontribusi beras Jatim untuk Nasional saat ini mencapai
17 persen. Ini karena Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim tak pernah
bosan untuk terus melakukan langkah-langkah antisipasi guna mencegah terjadinya
kendala dalam proses produksi, diantaranya adalah selalu melakukan pemetaan
ketersediaan stok pangan. Hasilnya, stok produksi pangan hingga akhir tahun
dalam keadaan aman dan produksi padi Jatim selalu surplus.
"Kontribusi beras untuk nasional sebesar 17 persen,"
kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo, Senin
(03/07/2020).
Lebih lanjut diungkapkan bahwa stok padi di Jatim hingga
bulan Desember terdapat sebanyak 10,3 juta ton. Sedangkan stok beras ada 6,7
juta ton.
Untuk kepentingan konsumsi dalam rentang waktu mulai Juni
hingga Desember diprediksi membutuhkan sekitar 4,3 juta ton. "Ini artinya
masih mengalami surplus 2,4 juta ton. Stok beras surplus," jelasnya.
Untuk produksi jagung di Jatim, hingga Desember mendatang
ada 8 juta ton. Dari jumlah tersebut dipergunakan untuk konsumsi dan pakan
ternak hanya 2,522 juta ton. Untuk konsumsi 122 ribu ton. Untuk pakan ternak
2,4 juta ton.
Tetapi Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim
mengakui bahwa tidak semua produksi tanaman pangan mengalami surplus. Ada juga
yang mengalami deficit.
"Yang defisit adalah kedelai. Jumlah produksi hingga
Desember hanya 144.641 ton sedangkan konsumsi 447.912 ton. Sehingga mengalami
defisit 303.271 ton," terang Hadi Sulistyo.
Lebih lanjut Hadi menyatakan bahwa pada musim hujan kemarin areal
pertanian di Jatim tidak ada yang mengalami gagal panen atau puso.
Lalu, untuk menghadapi musim kemarau pihaknya menyiapkan
cadangan benih daerah. Selain itu pihaknya juga menyediakan Asuransi Usaha Tani
Padi (AUTP) bekerjasama dengan Jasindo yang diperuntukkan kepada para petani.
Hadi pun berharap hendaknya para petani di Jatim bisa
mengikuti asuransi itu. Menurut Hadi premi pembayaran asuransi tersebut seharusnya
Rp 180 ribu per hektar. “Namun para petani hanya membayar Rp 36 ribu. Sisanya,
disubsidi oleh pemerintah," katanya.
Meski telah disubsidi oleh pemerintah, ternyata tidak semua
petani di Jatim mau mengikuti AUTP. Dari target AUTP sebanyak 280.000 hektar, ternyata
yang ikut hanya sekitar 260.000 hektar.
"Sebenarnya tidak ada masalah mau ikut AUTP atau tidak.
Kami hanya menyarankan kepada petani untuk ikut sebagai antisipasi jika
sewaktu-waktu ada puso," jelas Hadi.
Berdasarkan data-data yang telah diungkapkan di atas, Hadi pun
menyatakan bahwa selama pandemi COVID-19, kendala yang dihadapi oleh Jatim bukan
terletak pada produksi pangan, melainkan pada distribusi, baik dalam provinsi
maupun luar provinsi.
Untuk mengatasi permasalah tersebut ia sudah melakukan
koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim, Dinas Perhubungan,
dan institusi kepolisian.
Kepada ketiga institusi tersebut Hadi meminta hendaknya kendaraan
yang digunakan untuk distribusi pangan diberikan pengecualian. “Agar kondisi
pangan bisa berjalan lancar,” tandasnya. (ADV)
0 comments:
Posting Komentar