RADARMETROPOLIS: Jakarta - Mantan Menteri Sosial Idrus
Marham dihadirkan sebagai saksi sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU
Riau-1 dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo, di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipiko) Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018). Ia menolak semua pengakuan
Eni Maulani Saragih. Jaksa pun memutarkan rekaman percakapan politisi Golkar
tersebut dengan Eni.
Saat diberondong pertanyaan jaksa maupun majelis hakim Idrus
mengaku bahwa dirinya baru mengetahui bahwa Eni menerima uang suap justru
setelah Eni ditangkap KPK di rumahnya. “Saya baru mengetahui detail dari
Tempo…, dan diberitahu komisioner KPK,” kata Idrus.
Idrus juga ngotot tidak
pernah diajak bicara soal pembagian fee dengan Dirut PLN Sofran Basir, ketika ditanya
tentang hal itu oleh majelis hakim.
Bahkan, saat jaksa maupun hakim secara bergiliran
mengonfrontir ia dengan saksi Eni Saragih maupun Dirut PLN Sofyan Basyir
terkait peran Idrus Marham yang diperintahkan Setya Novanto -- yang saat itu masih
Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR -- untuk ikut mengawal tugas Eni Saragih
memuluskan proyek PLTU Riau-1 yang dikerjakan Johnnes B Kotjo dengan
perusahaannya (Blackgold Natural Resources Ltd) Idrus Marham tetap ngotot bahwa dirinya tidak tahu-menahu.
Sidang mendengar keterangan saksi Idrus Marham yang dimulai
Pukul 10.30 WIb sampai Pukul 03.25 WIN ini, jaksa KPK pun mengungkap bukti
Idrus Marham saat lobi-lobi proyek PLTU Riau-1 masih sebagai pelaksana tugas
Ketua Umum Partai Golkar, diduga meminta uang 2,5 juta dolar AS kepada Johannes
B Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Idrus merminta uang sebesar itu diduga terkait pembiayaan
Idrus menjadi Ketua Umum Partai Golkar saat Setya Novanto lengser.
Idrus terlihat tak percaya, ketika jaksa di depan majelis
hakim memutar rekaman percakapan antara Idrus dan Wakil Ketua Komisi VII DPR
Eni Maulani Saragih.
Berikut petikan isi rekaman yang diperdengarkan di ruang
persidangan.
Eni: Karena saya diingetin untuk suruh tanda tangan. Begitu
tanda tangan ini, seminggu kemudian udah Abang.
Minimal tiga puluh empat puluh juga yang dia terima,
bagaimana?
Saya tinggal… cuma mungkin Abang paling dikasih satu juta.
Idrus: Oh jangan, bilangin si Kotjo, lu jangan, enggak mau
bilang.
Eni: Nah, makanya, kita bilang tarik dulu dong, besok kita
ganti gitu, dengan yang lain.
Idrus: he’ ee.. Bu bukan, bilangin, bilangin ngambil itu
jangan, ngambil lagi bilangin Kotjo.
Eni: Nanti nanti Gua omongin.
Idrus: Bilang saja, Bang Idrus itu karena dia lagi ini, dia
minta sendiri 2,5 gitu.
Eni: He’ ee.
Idrus: Bilang aja langsung.
Di depan majelis hakim, Idrus masih saja bekelit. Ia
mengaku, saat itu Eni menawarkan biaya pencalonannya sebagai ketua umum
sumbangan dari Kotjo. Uang yang ditawarkan untuk biaya Munas (musyawarah
nasional) awalnya Rp 500 miliar, lalu turun jadi Rp 200 miliar.
Idrus mengaku menolak tawaran Eni tersebut. Tapi, rencana
jadi ketua umum gagal karena hakim mengabulkan praperadilan Setya Novanto.
Idrus menerangkan ketika Setya Novanto kali pertama
dilengserkan dari Ketua Umum Golkar, dirinya didorong banyak kader partai
Golkar untuk menggantikan posisi Setya Novanto.
“Sebagian besar ingin saya jadi ketua umum. Banyak yang
bilang, Abang yang maju, yang berjuang banyak untuk partai itu Abang,” kata
Idrus.
Menjawab pertanyaan hakim, Idrus mengaku partai diperbolehkan
menerima sumbangan tanpa mengikat. Ada tiga jenis sumbangan. “Sumbangan dari
anggota, sumbangan dari swasta sifatnya tidak mengingkat, dan sumbangan dari
pemerintah,” kata Idrus.
Johannes B Kotjo didakwa menyuap Rp 4,7 miliar kepada Eni
Maulani Saragih yang Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi.
Pemberian uang itu juga melibatkan Idrus Marham untuk memuluskan proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau 1.
Proyek tersebut diagendakan PLN dikerjakan PT Pembangkitan
Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian
Engineering Company Ltd yang dalam pelaksanaannya dikendalikan Johannes B
Kotjo.
Jaksa menyebutkan, prosesi untuk memuluskan proyek tersebut,
terdakwa Kotjo melakukan sejumlah pertemuan di antaranya dengan Dirut PLN
Sofyan Basyir, Setya Novanto, Eni Maulani Saragih, Direktur Strategi II PLN
Supangkat Iwan Santoso.
Direktur Strategi I PLN Nicke Widyawati (kini Dirut
Pertamina) yang sempat diperiksa penyidik KPK belum disinggung dalam
persidangan. Bahkan, dalam pengakuan Eni terungkap ada pembagian fee antara
Setya Novanto, Sofyan Basyir, dan Johannes B Kotjo.
Selain mendengarkan keterangan saksi Idrus Marham, sidang dilanjutkan
dengan menghadirkan saksi Setya Novanto. (khr)
0 comments:
Posting Komentar