Rabu, 15 Mei 2019

Kasus Kontroversial Surat Suara Caleg Hanura, KPU Lakukan Pelanggaran Pidana?



RADARMETROPOLIS: Jember  – Komisioner Bawaslu Jatim, Nur Elya Anggraini, menyatakan bahwa kasus tak tercantumnya nama calon legislator DPRD Jember Nomor Urut 5 Partai Hanura dalam surat suara, terbuka kemungkinan merupakan pelanggaran pidana.

Sedangkan dalam konteks penanganan, Nur Elya mengatakan bahwa Bawaslu Jatim bisa saja mengambil alih sidang penyelesaian kasus tersebut.

Tetapi hal itu tergantung Bawaslu Jember. Persoalan yang terjadi di Daerah Pemilihan II Kabupaten Jember tersebut diposisikan mereka sebagai laporan atau sebagai Adm 1 (temuan).

“Kalau sifatnya laporan dari pihak luar, sidang tetap dilakukan di kabupaten. Tapi kalau dijadikan info awal dan dijadikan temuan, maka sidangnya naik (ditangani Bawaslu Jatim),” kata Nur.

Ariandri Shifa Laksono, calon legislator DPRD Jember Nomor Urut 5 di Daerah Pemilihan II, tak tercantum dalam surat suara. Surat suara justru mencantumkan nama Sugeng Hariyadi, calon legislator yang sudah meninggal dunia dan sudah diusulkan pergantiannya oleh DPC Hanura sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).

Kejadian tersebut membuat Partai Hanura melakukan protes keras dan menolak menandatangani hasil pleno penetapan rekapitulasi penghitungan suara pemilu tingkat kabupaten. Mereka juga melaporkan hal itu ke Bawaslu.

“Pada prinsipnya setiap ada temuan atau laporan yang masuk ke Bawaslu, pasti kami kaji segala aspek kemungkinan terjadinya pelanggaran. Kemungkinan pelanggaran administratif, kemungkinan pelanggaran etik yang menyangkut penyelenggara, dan kemungkinan terjadinya pelanggaran pidana atau bahkan mungkin sengketa,” terang Nur Elya.

Dijelaskan lebih lanjut, Bawaslu saat ini masih mengkaji aspek kemungkinan pelanggaran administratif di Daerah Pemilihan Jember II. Kalau itu menjadi temuan Bawaslu Jember, maka nanti sidangnya naik satu tingkat, di Bawaslu Provinsi.

Dari penjelasan semua pihak, kemungkinan terjadi perkembangan persoalan yang tak hanya menyangkut pelanggaran administratif, bisa saja terjadi. Hal yang demikian itu menurutnynya memerlukan kajian lebih jauh.

Namun jika memang hanya terjadi pelanggaran administratif, maka ada tiga kemungkinan rekomendasi. Yakni peringatan tertulis, perbaikan, dan menempuh aspek hukum lain.

“Di Jember ini kan yang berkembang adalah wacana pemungutan suara ulang (PSU). Kemungkinan PSU juga kami kaji, seperti apa. Hanya saja dalam undang-undang perlu diingat, PSU di wilayah Bawaslu adalah H+10 pelaksanaan pemilu. Artinya pada 27 April 2019 PSU selesai,” kata Nur Elya.

Saat ini ranah keputusan PSU ada pada Mahkamah Konstitusi. Tapi ini masih dalam kajian terus. “Nanti dalam persidangan akan terungkap fakta-faktanya bagaimana,” ungkap Nur Elya.

Persidangan di Bawaslu Jatim sendiri dibatasi 12 hari sejak pleno Bawaslu Jember menyatakan adanya pelanggaran administratif. Sementara Bawaslu Jember dibatasi waktu 14 hari untuk melakukan klarifikasi dengan semua pihak terkait sejak pleno yang memutuskan adanya dugaan pelanggaran pemilu di Dapil II. (ar)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites