Senin, 05 Februari 2018

Henry J Gunawan Sebut Dikriminalisasi untuk Rencana Besar


RADARMETROPOLIS: Surabaya - Henry J Gunawan menyebut dirinya dikriminalisasi untuk rencana besar. Ia pun membantah semua keterangan yang disampaikan Hermanto. Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini bahkan mengaku tidak kenal maupun bertemu yang bersangkutan.

Pengakuan bos Pasar Turi Baru itu disampaikan saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (05/02/2018).

"Saya tidak pernah ketemu dan tidak kenal Hermanto. Tidak benar itu, ada pertemuan saya dengan dia untuk membahas kesepakatan," kata Henry ketika ditanya kuasa hukumnya, Sidik Latukonsina.

Dengan penjelasan yang disampaikan oleh kliennya itu, Sidik pun menyatakan bahwa Hermanto bisa dikatakan telah memberikan keterangan palsu. "Jadi, keterangan Hermanto yang tertera dalam dakwaan tidak benar dan bisa dianggap keterangan palsu?" tanya Sidiq kepada Henry dalam persidangan.

Pada sidang tersebut, Henry juga membongkar kedok dari Heng Hok Soei alias Asoei dan Teguh Kinarto. Henry mengaku bahwa antara dirinya dan Asoei sudah lama saling mengenal. Bisa dibilang bahwa antara dirinya dan Asoei sejak tahun 1984 merupakan teman dekat yang saling mempercayai.

"Berkali-kali Asoei hutang uang ke saya, bahkan tanpa ikatan-ikatan. Saya tahu dia sering lakukan kayak gini," kata Henry menggambarkan kedekatannya dengan Asoei.

Namun dibalik kedekatan itu, Henry tidak menyangka jika sebenarnya Asoei memiliki niat jahat terhadap dirinya. Semuanya berawal saat Henry dan Asoei sepakat untuk bekerja sama dalam proyek pembangunan Pasar Turi. "Asoei saat itu memasukkan Teguh Kinarto sebagai Direktur Utama PT GBP," ungkap Henry.

Ia menambahkan bahwa tujuan dari Asoei menjadikan Teguh Kinarto sebagai Direktur Utama adalah untuk mengawasi PT GBP. Asoei dan Teguh Kinarto terafiliasi, karena ternyata mempunyai saham yang sama di PT Graha Nandi.

Henry juga mengungkapkan bahwa Asoei menggunakan cara yang sama untuk menghindari pajak dan tidak membayar retribusi perusahaannya. Termasuk terbitnya surat-surat penting yang menurut Henry tanpa sepengetahuan dirinya.

"Ada rencana besar yang dibuat mereka.  Mereka mau ‘makan’ tanah saya. Dia sering menggunakan cara seperti ini. Nanti akan saya bongkar semuanya termasuk Heng Hok Soei (Asoei) juga tidak bayar retribusi perusahaannya selama 30 tahun," kata Henry.

Yang dimaksud Henry dengan kata mereka disitu adalah Asoei dan Teguh Kinarto.

Perkara lain juga disinggung Henry soal kesepakatan utang-piutang tanah Rp 2,2 juta meter dengan Asoei. Kemudian Asoei juga melakukan utang-piutang sebesar Rp 3,6 miliar, tapi direkayasa dengan ikatan jual beli. Apalagi pada tahun 2005 juga terjadi peminjaman uang di Swiss Bank sebesar Rp 1 trilliun.

Hal yang sama terjadi dalam urusan Pasar Turi. Disini dikesankan bahwa Teguh Kinarto seolah-olah meminjamkan uang. Padahal nantinya dipakai sendiri karena berstatus sebagai Direktur Utama PT GBP. "Jadi uangnya dipakai dia sendiri," bongkar Henry.

Dari kasus yang penipuan dan penggelapan yang ia hadapi saat ini, Henry akhirnya mengetahui bagaimana Asoei dan Teguh Kinarto bekerjasama untuk menjatuhkan namanya dengan cara menjerat dirinya dalam kasus tersebut.

Tidak hanya itu, pria asal Jember itu bahkan merasakan bahwa Heng Hok Soei sudah melakukan banyak kecurangan terhadap dirinya. "Saya gak nyangka, jadinya malah seperti ini. Gara-gara uang dia (Asoei) menyusahkan orang," katanya di hadapan majelis hakim yang diketuai Unggul Warso Mukti.

Terkait tuduhan bahwa dirinya telah menjual tanah milik Hermanto yang berlokasi di Claket Malang, Henry juga membantahnya. Ia pun menyatakan tidak pernah melakukan pertemuan dengan Asoei dan Hermanto untuk membahas soal penjualan tanah di Claket. "Kenal saja tidak, apalagi jika dikatakan pernah bertemu Hermanto, tidak pernah sama sekali," tegasnya.

Saat JPU Ali Prakosa bertanya soal jual-beli tanah di Claket dan Jalan Teuku Umar Surabaya, Henry mengaku tidak mengetahui. "Saya tidak tahu. Karena waktu itu, legal menyiapkan surat-surat, saya langsung tanda-tangani. Tapi saya belum tentu tahu isi surat-surat itu," terangnya.

Henry juga mengaku tidak pernah pernah menyuruh seseorang untuk mengambil sertifikat tanah di notaris Caroline C Kalampuang. "Caroline di persidangan dulu bilang katanya saya yang menyuruh orang untuk ambil sertifikat. Notaris kok katanya-katanya. Jangankan notaris, Dirut pun tidak bisa ambil jika tidak ada surat kuasa," katanya.

Menurut Henry saat itu ada seseorang, yaitu Yudiavian Tedja, berniat untuk membeli tanah di Claket. "Saat itu calon pembeli (Yudiavian Tedja) menunjukkan fotocopy sertifikat tanah di Claket yang masih atas mana Sutanto. Namun setelah diperiksa ternyata sertifikat itu sudah atas nama PT GBP. Saat itu, tanah tersebut sudah atas nama PT GBP, dan saya cek di BPN dan clear dan tidak ada masalah," ungkap Henry.

Menurut Henry, seharusnya yang perlu dicari tahu adalah mengapa tanah di Claket sudah menjadi atas nama PT GBP. "Itu perbuatannya Teguh Kinarto yang berkongsi dengan Asoei," tegas Henry.  


Kedua orang tersebut dituding Henry telah mengubah sertifikat atas nama Sutanto menjadi PT GBP. (rie)

0 comments:

Posting Komentar