Rabu, 05 Juli 2017

Empat Tersangka Suap PUPR Mojokerto Diperiksa KPK


RADARMETROPOLIS: (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa empat orang tersangka dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pengalihan anggaran pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Tahun 2017.

"Empat tersangka yang diperiksa itu, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PNO), dua Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto masing-masing Umar Faruq (UF) dan Abdullah Fanani (ABF) serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto (WF)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu, 05/07/2017.

KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut.

Informasi tentang penetapan jumlah tersangka tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua kpk, Basaria Panjatian, saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu (17/06/2017) “KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak penerima Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PNO), Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq (UF), dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (ABF)," katanya waktu itu.

Sementara sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto (WF) sebagai tersangka.

KPK juga mengamankan dua orang perantara berinisial H dan T dalam operasi tangkap tangan tersebut, namun sampai saat ini status dua orang itu masih sebagai saksi.

"Penyidik mengamankan uang total Rp 470 juta dari berbagai pihak. Diduga uang senilai Rp 300 juta merupakan pembayaran atas total komitmen Rp 500 juta dari Kadis Dinas PUPR kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto agar anggota DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai sekitar Rp13 miliar," kata Basaria.

Sedangkan, uang senilai Rp170 juta diduga terkait komitmen setoran triwulan yang telah disepakati sebelumnya. Kata Basaria.

"Uang tersebut diamankan dari antara lain Rp 140 juta ditemukan di mobil Wiwiet Febryanto (WF), Rp 300 juta ditemukan di mobil perantara H, dan Rp 30 juta dari tangan perantara T," kata Basaria.

Untuk kepentingan pengamanan barang bukti, KPK melakukan penyegelan beberapa ruangan di kantor DPRD Kota Mojokerto dan Dinas PUPR Kota Mojokerto.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Wiwiet Febryanto (WF) disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sementara sebagai yang diduga penerima Purnomo (PNO), Umar Faruq (UF), dan Abdullah Fanani (ABF) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Basaria menyatakan praktik korupsi seperti ini memiliki efek domino yang memicu bentuk korupsi lain yang merugikan keuangan negara dan melemahkan fungsi pengawasan atau "check and balances" yang seharusnya dijalankan oleh anggota DPRD.

"KPK mengimbau kepada para kepala daerah dan jajarannya serta anggota DPRD di seluruh Indonesia menghentikan praktik seperti ini atau jika mendapatkan informasi permintaan uang agat melaporkan kepada KPK," ucap Basaria.


 KPK juga telah menahan empat tersangka tersebut di empat lokasi yang berbeda di Jakarta. (rez)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites