RADARMETROPOLIS: Jakarta - Kementerian Keuangan saat ini masih
mencari formulasi yang terbaik untuk menetapkan nilai pajak yang akan diberlakukan
untuk PT Freeport Indonesia usai perusahaan asal Amerika Serikat ini mendapatkan
status izin usaha yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Pada perpanjangan
periode ini Freeport hanya memperoleh izin usaha pertambangan khusus atau IUPK.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Suahasil Nazara, juga
masih belum mau terbuka dengan masalah tersebut. "Masih didetailkan,
bukannya negonya alot. Masih dalam proses, karena ini menjadi satu kesatuan,
jadi tidak sepotong-potong," kata Suahasil saat ditemui di Gedung DPR
Jakarta, pekan lalu.
Suahasil menyatakan saat ini pihaknya tak ingin mengganggu
kelancaran negosiasi antara pemerintah dengan Freeport karena masih
berlangsung. "Nanti saja, pasti akan kami sampaikan, jangan kita
negosiasinya lewat media," katanya.
Meski begitu Suahasil memastikan bahwa pemerintah pasti akan
membeberkan skema pajak untuk Freeport kepada publik bila pembahasan telah
rampung. Namun ia tak menyebut kapan hal itu akan dilakukan. Sementara terkait
divestasi saham Freeport, Suahasil juga tak mau berspekulasi.
Ia tak berani memastikan nilai 51% saham Freeport mencapai
Rp107 triliun seperti kabar yang tersebar di media. "Itu hitungan siapa?
Tanya sama yang mengeluarkan angka itu, bagaimana menghitungnya," katanya.
Freeport Indonesia akhirnya menyetujui beberapa syarat yang
diminta pemerintah, salah satunya bersedia memberikan jaminan kepastian setoran
lebih besar kepada pemerintah Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa komposisi
baru pajak Freeport dengan status IUPK harus lebih besar dibandingkan rezim KK.
Hal itu menurutnya seusai dengan semangat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral
dan Batubara.
Namun pemerintah juga menekankan bahwa penarikan pajak yang
dilakukan kepada Freeport dan perusahaan tambang IUPK lain tetap akan
memperhatikan iklim investasi dan bisnis sektor pertambangan. (rez)
0 comments:
Posting Komentar